Sabtu, 30 April 2011

PERJANJIAN HUKUM DAGANG


WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN
  • Kantor Cabang,
  • Kantor Pembantu,
  • Anak Perusahaan,
  • Agen,
  • Perwakilan Perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian
Jenis-jenis Perusahaan
  • Perseroan Terbatas (PT);
  • Koperasi;
  • Persekutuan Komanditer (CV);
  • Firma (Fa);
  • Perorangan;
  • Bentuk Perusahaan Lain
Pengertian dan Pengaturan Wajib Daftar Perusahaan
 Pengertian Wajib Daftar Perusahaan
Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut aturan atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan. Daftar catatan resmi ini terdiri dari formulir-formulir yang memuat catatan lengkap mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan.
Pengertian Perjanjian
1. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
2. Menurut Rutten
Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hokum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
3. Menurut adat
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).

Macam – Macam Perjanjian
1). Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
2). Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
3). Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
4). Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran

Syarat sahnya perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Suatu hal tertentu
4. Sebab yang halaL
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.

Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat Hukum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian


Hokum perdagangan

Perdagangan atau perniagaan pada umumnya ialah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan. Dalam zaman modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan.

Jenis-jenis perdagangan dibagi menjadi tiga, yaitu[1];
1. Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang
2. Perdagangan mengumpulkan (produsen – tengkulak – pedagang besar – eksportir)
3. Perdagangan menyebutkan (importir – pedagang besar – pedagang menengah – konsumen)
4. Menurut jenis barang yang diperdagangkan
5. Perdagangan barang à yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia. Contoh: (hasil pertanian, pertambangan, pabrik)
6. Perdagangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rohani manuia. Contoh (kesenian, musik)
7. Perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek)
8. Menurut daerah, tempat perdagangan itu dilakukan
9. Perdagangan dalam negeri
10. Perdagangan internasional à perdagangan ekspor, perdagangan impor
11. Perdagangan meneruskan (perdagangan transito)
Menurut Soesilo Prajogo yang dimaksud Hukum Dagang adalah “Pada hakekatnya sama dengan hukum perdata hanya saja dalam hukum dagang yang menjadi objek adalah perusahaan dengan latar belakang dagang pada umumnya termask wesel, cek, pengangkutan,basuransi dan kepalitan’[2].

SUMBER-SUMBER HUKUM DAGANG INDONESIA[3]
1. Pengaturan Hukum di Dalam Kodifikasi
2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Ketentuan KUHPerdata yang secara nyata menjadi sumber hukum dagang adalah Buku III tentang perikatan. Hal itu dapat dimengerti, karena sebagaimana dikatakan H.M.N Purwosutjipto bahwa hukum dagang adalah hukum yang timbul dalam lingkup perusahaan. Selain Buku III tersebut, beberapa bagian dari Buku II KUHPerdata tentang Benda juga merupakan sumber hukum dagang, misalnya Titel XXI mengenai Hipotik.
1. Pengaturan di Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
KUHD yang mulai berlaku di Indoneia pada 1 Mei 1848 terbagi atas dua kitab dan 23 bab. Di dalam KUHD jelas tercantum bahwa implementasi dan pengkhususan dari cabang-cabang hukum dagang bersumber pada Kitab Undang-undang Hukum Dagang Isi pokok daripada KUHD Indonesia adalah:
1. Kitab pertama berjudul Tentang Dagang Umumnya, yang memuat 10 bab.
2. Kitab kedua berjudul Tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang Terbit dari Pelayaran, terdiri dari 13 bab.
3. Pengaturan di Luar Kodifikasi

Sumber-sumber hukum dagang yang terdapat di luar kodifikasi diantaranya adalah sebagai berikut;
- UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan terbatas
- UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
- UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
1. Hukum Kebiasaan
Hukum kebiasaan adalah kebiasaan yang sering dilakukan oleh subyek hukum dan sudah menjadi opini umum dan menimbulkan sanksi apabila tidak dilakukan kebiasaan tersebut.


PERJANJIAN

PERJANJIAN

Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana seorang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau di mana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal (Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia). Oleh karenanya, perjanjian itu berlaku sebagai suatu undang-undang bagi pihak yang saling mengikatkan diri, serta mengakibatkan timbulnya suatu hubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang atau dua pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangakaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi mengenai perjanjian. Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih engikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
KUH Perdata membedakan dalam tiga golongan untuk berlakunya perjanjian : (1) perjanjian berlaku bagi para pihak yang membuat perjanjian, (2) perjanjian berlaku bagi ahli waris dan mereka yang mendapat hak, (3) perjanjian berlaku bagi pihak ketiga.
Membicarakan akibat dari persetujuan/perjanjian kita tidak bisa lepas dari ketentuan Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUH Perdata yang membawa arti penting tentang itikad baik dan keputusan serta kebiasaan. Dalam pasal 1338 KUH Perdata dipakai istilah ”semua” menunjukkan bahwa perjanjian dimaksudkan secara umum baik itu perjanjian bernama maupun tidak bernama. Di situ terkandung asas kebebasan berkontrak yang pelaksanaannya dibatasi oleh hukum yaang sifatnya memaksa. di dalam hukum perjanjian terdapat sepuluh asas yaitu : 1) Asas kebebasan mengadakan perjanjian (kebebasan berkontrak). 2) Asas konsensualime. 3) Asas kepercayaan. 4) Asas kekuatan mengikat. 5) Asas persamaan hukum. 6) Asas keseimbangan. 7) Asas kepastian hukum. 8) Asas moral. 9) Asas kepatutan. 10) Asas kebiasaan. Bila dalam perjanjian tidak sesuai dengan maksud para pihak maka kita harus berpaling pada ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata dan Pasal 1339 KUH Perdata (itikad baik) agar perjanjian yang patut dan pantas sesuai asas kepatutan yang membawa pada keadilan. Oleh karena itu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik dan kepatutan karena antara itikad baik dan kepatutan tujuannya sama untuk mencapai keadilan yang diharapkan jadi Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUH Perdata merupakan Pasal yang artinya senafas atau senada.
Perjanjian-Perjanjian Khusus yang ada Dalam Buku III KUH Perdata
Adapun mengenai bentuk-bentuk perjanjian khusus tersebut adalah sebagai berikut:
1.      JUAL-BELI (Koop en Verkoop) – [Pasal 1457-1540 KUH Perdata] Pengertian Jual-beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan. (pasal 1457) Wujud dari hukum jual-beli adalah rangkaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pihak-pihak, yang saling berjanji, yaitu penjual dan pembeli. Penyerahan yang dimaksud ialah bahwa penyerahan tersebut adalah penyerahan barang oleh penjual untuk menjadi kekuasaan dan kepemilikan dari pembeli. Dalam jual-beli, kewajiban penjual adalah untuk menyerahkan barang kepada pembeli. Dengan adanya perjanjian jual-beli maka hak milik dari benda yang di jual belum pindah hak miliknya kepada si pembeli. Pemindahan hak milik baru akan terjadi apabila barang yang dimaksud telah diberikan ke tangan pembeli. Maka selama penyerahan belum terjadi, maka hak-hak milik barang tersebut masih berada dalam kekuasaan pemilik / penjual. Tujuan utama dari jual-beli ialah memindahkan hak milik atas suatu barang dari seseorang tertentu kepada orang lain. Dalam perjanjian jual-beli, terdapat dua subjek yaitu si penjual dan si pembeli yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.
2.      TUKAR-MENUKAR (Van Ruilling)-[pasal 1541-1546 KUH Pedata] Pengertian tukar-menukar ialah suatu persetujuan, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal-balik sebagai ganti suatu barang lain. Barang-barang yang dapat ditukarkan menurut perjanjian ini adalah semua barang yang dapat diperjualbelikan (ekonomis). Subjek dari perjanjian tukar-menukar ialah para penukar barang, yang secara timbal balik saling memberikan barang sebagai ganti suatu barang yang lain.   Tukar-menukar dalam BW hanya dijabarkan dalam 6 pasal saja. Dari pasal-pasal ini, pasal 1541 memuat pengertian tukar-menukar, sedangkan pasal-pasal 1542 dan 1546 menegaskan, segala peraturan jual-beli berlaku juga pada perjanjian tukar-menukar. Dan dari pasal-pasl 1543,1544, dan 1545 merupakan peraturan tersendiri mengenai tukar-menukar.
3.      SEWA-MENYEWA (Huur en Verhuur)-[Pasal 1547-1600 KUH Perdata] Sewa-menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak. Dalam perjanjian sewa-menyewa, pemilik barang hanya menyerahkan pemakaian dan pemungutan hasil dari barang yang disewakan, sedangkan hak milik masih sepenuhnya menjadi hak pemilik barang (yang menyewakan). Subjek dari perjanjian sewa-menyewa ialah penyewa dan orang yamg menyewakan (pemilik). Objeknya ialah sesuatu barang atau hak yang disewakan tersebut.
4.      PERJANJIAN KERJA (Arbeids-overeenkomst)-[Pasal 1601-1617 KUH Perdata] Perjanjian kerja ialah suatu persetujuan dimana pihak yang satu menyatakan sanggup bekerja bagi pihak lainnya, dengan menerima uoah dan dengan waktu yang tertentu. Yang dimaksud dengan bekerja aadalah kekuatan kerja yang disediakan bagi majikannya. Jadi hubungan kerja yang dimaksud ialah berdasarkan asas bahwa pekerjaan untuk majikan dapat dibayar dengan upah, atau tegasnya hubungan kerja berdasarkan upah. Aturan dalam KUH Perdata membagi pembagian kerja menjadi tiga,yaitu: a. Perjanjian perburuhan b. Perjanjian untuk melakukan satu atau dua pekerjaan tertentu c. Perjanjian pemborongan kerja
5.      PERSEKUTUAN (Maatschap)-[Pasal 1618-1652 KUH Perdata] Persekutuan perdata adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, yang berjanji untuk memasukkan sesuatu ke dalam perseroan itu dengan maksud supaya keuntungan yang diperoleh dari perseroan itu dibagi di antara mereka. Perjanjian ini dinamakan perjanjian konsensual, sebab perjanjian tersebut tidak memerlukan suatu cara yang tertentu (akta, bentuk tertentu), melainkan cukup dengan pemufakatan secara lisan saja.
6.      PERKUMPULAN (Zedelijk lichaam)-[Pasal 1653-1665 KUH Perdata] Selain perseroan perdata sejati, perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga diakui undang-undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau diakuinya sebagai demikian, entah pula badan hukum itu diterima sebagai yang diperkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan. Pengertian perkumpulan berbeda dengan pengertian perseroan. Titik berat perseroan adalah mencari keuntungan dari perbendaan, sedangkan titik berat perkumpulan adalah tujuan sosial atau tujuan dilapangan lain daripada keuntungan semata. Hal lain yang membedakan antara perkumpulan dan perseroan ialah: 1. Dalam perkumpulan keputusan rapat anggota diambil dengan suara terbanyak, sedang dalam perseroan pada hakekatnya diperlukan persetujuan dari segenap anggota. 2. Para anggota perkumpulan selaku perseorangan tidak bertanggung jawab atas perjanjian-perjanjian dari perkumpulannya, dan segala utang dari perkumpulan hanya dapat dilunasi dari barang-barang kekayaan perkumpulan. 
7.      HIBAH (Schenking)-[Pasal 1666-1693 KUH Perdata] Hibah adalah suatu persetujuan, dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup. Jadi hibah seperti yang telah dijelaskan tersebut terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1. Dalam hidupnya si penghibah 2. Kemurahan hati si penghibah terhadap pihak yang diberi hibah 3. Pemberian itu harus dengan Cuma-Cuma 4. Ketiadaan untuk menarik kembali sesuatu yang telah dihibahkan 5. Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah
8.      PENITIPAN BARANG [Pasal 1694-1739 KUH Perdata] Penitipan barang terjadi, bila orang menerima barang orang lain dengan janji untuk menyimpannya dan kemudian mengembalikannya dalam keadaan yang sama. Ada dua jenis penitipan barang, yaitu: 
1. penitipan murni (sejati) 
2. sekuestrasi (penitipan dalam perselisihan).
9. PINJAM-PAKAI (Bruiklening)-[Pasal 1740-1753 KUH Perdata] Pinjam-pakai adalah suatu perjanjian, dalam mana pihak yang satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai dengan cuma-cuma kepada pihak lain, dengan syarat, bahwa pihak yang menerima barang itu, setelah memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan, akan mengembalikan barang itu. Orang yang meminjamkan itu tetap menjadi pemilik mutlak barang yang dipinjamkannya itu. Segala sesuatu yang dipergunakan orang dan tidak dapat musnah karena pemakaiannya, dapat menjadi pokok perjanjian ini. Semua perjanjian yang lahir dari perjanjian pinjam-pakai, beralih kepada ahli waris orang yang meminjamkan dan ahli waris peminjam. Akan tetapi jika pemberian pinjaman dilakukan hanya kepada orang yang menerimanya dan khusus kepada orang itu sendiri, maka semua ahli waris peminjam tidak dapat tetap menikmati barang pinjaman itu. 
10. PINJAM PAKAI MENGENAI UANG DAN SEBAGAINYA (Verbruiklening)-[Pasal 1754-1769 KUH Perdata] Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat, bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama. Berdasarkan perjanjian tersebut, orang yang menerima pinjaman menjadi pemilik mutlak barang pinjaman itu; dan bila barang ini musnah, dengan cara bagaimanapun, maka kerugian itu menjadi tanggungan peminjam. Utang yang timbul karena peminjaman uang, hanya terdiri dari sejumlah uang yang ditegaskan dalam perjanjian. Jika sebelum utang dilunasi nilai mata uang naik atau turun, atau terjadi perubahan dalam peredaran uang yang laku, maka pengembalian uang yang dipinjam itu harus dilakukan dengan uang yang laku pada waktu pelunasannya, sebanyak uang yang telah dipinjam, dihitung menurut nilai resmi pada waktu pelunasan itu. Ketentuan tersebut di atas tidak berlaku, jika kedua belah pihak menyepakati dengan tegas, bahwa uang pinjaman harus dikembalikan dengan uang logam dari jenis dan dalam jumlah yang sama seperti semula. 
11. BUNGA ABADI (Altijd-Durende Rente)-[Pasal 1770-1773 KUH Perdata] Perjanjian bunga abadi ialah suatu persetujuan bahwa pihak yang memberikan pinjaman uang akan menerima pembayaran bunga atas sejumlah uang pokok yang tidak akan dimintanya kembali.  Bunga ini pada hakikatnya dapat diangsur. Hanya kedua belah pihak dapat mengadakan persetujuan bahwa pengangsuran itu tidak boleh dilakukan sebelum lewat waktu tertentu, yang tidak boleh ditetapkan lebih lama dari sepuluh tahun, atau tidak boleh dilakukan sebelum diberitahukan kepada kreditur dengan suatu tenggang waktu, yang sebelumnya telah ditetapkan oleh mereka, tetapi tidak boleh lebih lama dari satu tahun.  Seseorang yang berutang bunga abadi dapat dipaksa mengembalikan uang pokok:  1. jika ia tidak membayar apa pun dari bunga yang harus dibayarnya selama dua tahun berturut-turut;  2. jika ia lalai memberikan jaminan yang dijanjikan kepada kreditur;  3. jika ia dinyatakan pailit atau dalam keadaan benar-benar tidak mampu untuk membayar.
12. PERJANJIAN UNTUNG-UNTUNGAN (Kans-Overeenkomsten)-[Pasal 1774-1791 KUH Perdata]  Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung-ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti. Demikianlah: persetujuan pertanggungan; bunga cagak-hidup; perjudian dan pertaruhan. (Persetujuan yang pertama, diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
13.    PEMBERIAN KUASA (Lastgeving)-[Pasal 1792-1819 KUH Perdata] Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa. Cara memberikan kuasa: 1. akta resmi 2. surat bawah tangan 3. surat biasa 4. dengan lisan 5. dengan diam-diam (tanpa perjanjian)
14.  PENANGGUNGAN UTANG OLEH SESEORANG (Borgtocht)-[Pasal 1820-1850] Yang dimaksud dengan Penanggungan ialah suatu persetujuan di mana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya. Perjanjian demikian, adalah perjanjian acesoir dan biasanya ditujukan pada utang pinjaman uang. Syarat mutlak dari kemungkinan adanya suatu perjanjian ini adalah bahwa harus ada perjanjian pokok yang sah. Apabila perjanjian pokok batal, maka persetujuan jaminan juga turut batal.Sebagai seorang penanggung, maka ia tidak boleh diberi beban yang lebih berat daripada beban yang berutang sendiri.
15. PERJANJIAN PERDAMAIAN (Dading)-[Pasal 1851-1864 KUH Perdata] Perdamaian ialah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, kedua belah pihak mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan ataupun mencegah timbulnya suatu perkara. (s.d.u. dg. S. 1925-525.) Persetujuan ini hanya mempunyai kekuatan hukum, bila dibuat secara tertulis. Syarat-syarat perjanjian perdamaian ialah: 1. Harus dibuat secara tertulis 2. Kedua belah pihak harus mempunyai hak menguasai atas segala benda yang termasuk dalam persetujuan perdamaian tersebut.